Muak

Muak

Jikalau boleh kuberkata jujur, diriku terlampau bosan mendengar segala cerita yang berkaitan dengan Corona. Bahkan termasuk ketika aku diharuskan menuliskan cerita yang berkaitan dengannya. Ya seperti sekarang ini.

Setahun terakhir kata itu lalu lalang hilir mudik memenuhi seluruh inderaku, mendengarnya saat menonton berita di TV, melihatnya saat membaca artikel di sosial media, merasakan sensasi kebingungan manakala orang terdekat dikabarkan terkonfirmasi positif terjangkit virus ini. Muak, kalau boleh jujur begitulah responku terhadap satu kata ini.

Aku tidak berada dalam barisan orang-orang yang percaya bahwa virus ini hanyalah bohong belaka. Aku percaya keberadaannya nyata. Aku pun tidak dalam situasi menyangkal betapa berbahayanya virus ini. Namun entah mengapa aku meyakini kemunculannya tak lebih dari sekadar strategi entah siapa yang hanya ingin mengeruk keuntungan untuk dirinya pribadi.

Aku muak manakala di awal-awal berita tentangnya tersebar masif, orang-orang tamak muncul naik ke permukaan. Mereka-mereka yang hanya peduli bagaimana caranya mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dalam situasi genting dan sulit. Satu hal yang paling kuingat adalah ketika harga masker medis, hand sanitizer, cairan disinfektan dan segala printilan yang berkaitan dengan virus ini mendadak melambung naik tinggi. Aku takkan mempermasalahkan andaikan kenaikan ini terjadi karena terbatasnya suplai untuk memenuhi permintaan. Sayangnya, situasi tersebut terjadi karena sifat rakusnya manusia, mereka yang punya modal lebih sengaja melakukan penimbunan hingga terjadi kelangkaan di mana-mana.

Aku tak menampik di tengah segala hal negatif, masih banyak terselip berita dan cerita positif tentang situasi pandemi ini. Namun dari sini aku belajar, hanya karena makhluk super mini yang Tuhan kirimkan, manusia bisa begitu sangat lupa diri. Entah bagaimana ujian di akhir zaman nanti, ketika semua orang tak lagi peduli satu sama lainnya.

Leave a comment